Windsor, 27
Mei 2007
Hari ini
sungguh melelahkan. Aku perlu istirahat seharian penuh. Walaupun begitu, aku
tidak menyesal dengan apa yang kujalani di Aberdeen, Skotlandia. Aku dan Amber
mengunjungi sebuah yayasan social dan bertemu dengan mereka yang tidak
seberuntung kami. Mereka cukup tersenyum dan aku akan merasa lega.
Entah kenapa aku selalu bersama Amber. Padahal aku dan dia sangat berbeda. Dia
suka music klasik, sastra dan elegan. Aku? Kalau bukan Eminem, lebih baik
aku tidur saja. Ngerti kan? Bangsawan sejati dan rakyat wannabe. Ya, mungkin
karena umur kami yang sebaya.
Begini maksudku. Menurut struktur British Royal Family, aku dan Amber dapat
dikatakan sepupu jauh. Kakek kami adalah anak George V, sehingga ayahku, Duke
of Gloucester, sepupuan dengan ibu Amber, Puteri Augusta. Sebelumnya, aku yakin
kalian terkejut bahwa aku adalah anggota royal family. Haha, aku juga tak
pernah berdoa ketika lahir langsung menghirup oksigen Pangeran William.
Kami tinggal di Kastil Windsor yang terletak di Windsor, kabupaten Berkshire.
Seribu tahun yang lalu William I memprakarsai pembangunan kastil di sekeliling
Sungai Thames. It's a huge castle.
Sekarang aku yakin akan tidur.
"Kau sudah pulang?" kata Ella, kakakku.
Bagaimana ia
masuk tanpa menimbulkan satu bunyi apapun? "Nanti malam akan ada makan
malam bersama anggota kerajaan lain di St. George Hall."
"Tidak ada Pangeran William. "keluhku.
"Aku
tidak perlu datang."
"Flo, yang lain ingin mendengarkan perjalananmu ke Aberdeen."
***
House of Windsor, Amber's Room
Aku harus berdiskusi dengan Amber. Jujur, aku sama sekali tidak kenyang dengan
kalkun mala mini.
"Flo, we'll go to Angola!" Amber menjerit solah itu hal yang
controversial.
"Kenapa harus kita?"
Aku tersenyum. "Mnurut ayahku, kita sukses dalam aksi sosial kita di
Aberdeen. Katanya kita pintar bersosialisasi. Pandangan Angola terhadap
kerajaan Inggris akan membaik."
"Aku bahkan belum pernah ke Afrika," sambungnya lagi.
"Aku dulu pernah ke Madagaskar. Aku ingin sekali lagi ke sana."
"Setahuku, orang Angola benci orang Eropa," wajah Amber berubah
mengerikan.
"Kita ke sana dengan misi mulia. Mempelancar hubungan perdagangan UK dan Angola,"jelasku.
"Dan huning summer stufi!"
Amber mulia
tertarik. Ia merebahkan badannya di sofa setelah pusing di kamarnya sendiri.
Aku tahu kalau dia memang sedang berburu baju untuk summer. Bukankah
Angola itu Negara dengan iklim tropisnya?
***
Luanda, 3
Juni 2007
Panas! Inikah yang dinamakan iklim tropis? Inggris memasuki musim panas, tapi
enggak sepanas ini. Kalau kau ingin aku menggambarkan Angola. Datu kata.
Kuning.
Sekarang kami berada di Hotel Internasional Angola. Aku satu kamar dengan Amber
yang sangat berisik. Aku memandangi kota ini dari balik jndela kamar. Beautiful.
Kota ini tidak sebising Windsor, London atau Wales. Setidaknya aku yakin hanya
3% orang yang mrayakan pesta sampai pagi dan akhirnya mengundang polisi karna
mengganggu ketenangan sekitar. Aku suka suasana malam yang terasa hangat.
Romantis.
Luanda, 4
Juni 2007
Aku dan
Amber menuruni mobil tepat di depan pagar perkebunan cokelat di pinggiran kota
Luanda. Kami disambut oleh Menteri Perdagangan Angola, Joaquim Ekuma Muafumua.
Ia bilang kalau ia merasa tersanjung dapat bertemu dengan kami. Kami masuk ke
dalam areal prkebunan. God, luas skali. Tiga kali lebih luas dari kebun
kerajaan dan ini sungguh indah. Aku yakin Amber sama terpananya denganku.
"Welcome. Kami sudah menunggu Lady Florine dan Lady Amber dari kerajaan
Inggris serta Pak Joaquim." Aku tersentak."Saya Novak, kepala petani
di sini. Mau saya antar anda jalan-jalan?"
Ide bagus. Aku menggamit tangan Amber kuat-kuat. Udaranya sangat segar. Novak
fasih berbahasa Inggris dan dia terkesan seperti salesman yang sedang
mempromosikan cokelatnya. Aku jadi terpikir sesuatu.
"Kami menanam cokelat di kebun kerajaan seperti ini. Sama subur. Kenapa
harus ada hubungan perdagangan cokelat?"tanyaku.
Joaquim tertawa. "Anda tahu itu." Jawaban yang membuatku penasaran.
Apa maksudnya? Aku melihat ke sekitar dan... terdiam.
"Amber," Ia menoleh." Kau lihat cowok yang di sana ?" ia
mengikuti arah pandanganku dan mengangguk. Aku mendekati telinganya, berbisik..
"Cool," bisikku.
"Standar." tukas Amber dengan gaya menyebalkannya. Padahal cowok itu
berkulit putih.
Setelah lebih dari sejam, akhirnya kami dapat duduk tenang di tempat
peristirahatan para petani cokelat. Jujur aku belum lelah. Kecuali aku
melakukannya di Inggris yang kebunnya bau kimia.
Kami mengobrol banyak dengan Novak, Joaquim dan petani lain sampai akhirnya dia
datang.
"Selamat siang, Yang mulia. Nice to meet you". Aku tak bisa
memalingkan wajah darinya. Dia memakai sweater hitam, celana kargo dan topi
bertuliskan 'Not Suprerman '. Wajahnya mirip... Milo Ventimiglia.
"Dia Gregory Dminichova. Sudah seminggu ia di sini untuk melakukan
penelitian," jelas Joaquim."Ia datang dari Rusia."
"Have a nice trip. Your Higness," ujar, Gregory.
Luandra, 5
Juni 2007
Hari ini
kami kembali ke perkebunan cokelat untuk membicarakan hubungan krjasama yang
sudah diresmikan beberapa tahun lalu oleh menteri prdagangan kami. John Matthew
Patrick Hutton. Aku sangat bersemangat. Tahu kenapa? Ya, Gregory akan hadir.
Setelah semalamam aku tak bisa tidur.
Aku dan Amber memasuki sebuah ruangan yang biasanya dipakai sebagai kantor
pengelolah cokelat. Skitar 100 meter dari kebunnya. Kami duduk di salah satu
kursi yang mengelilingi meja bundar dan menatap wajah Novak, Joaquim, dan
GREGORY!
"Ok, bagaimana selanjutnya?" Tanya Amber tanpa basa-basi.
"Saya ingin dengar pendapat anda tentang krja sama beberapa tahun
ini," ujar Joquim.
Aku mengangguk." / don't know much, tapi saya dapat mengambil
kesimpulan sejak kemarin. Kebun ini luas dan terawat. Saya yakin petani di sini
begitu sejahtera".
Entah mengapa tiba-tiba aku merasa atmosfernya berubah. Mereka tetawa.
"Begitu. Apakah anda dapat mngatakan sejahtera pada petani yang bahkan
harus mencicil uang asrama daripada membeli rumah?" tukas Gregory.
Aku terkejut. Unexpectable answer. "Aku ingin tahu."
"Anda pasti tahu fair trade certification and labeling. Coklat sudah
mendapat sertifikat resminya, tapi Negara kami menghadapi kendala,"
Gregory menghela napas. "Saya harap tidak ada penjara untuk saya setelah
ini. Di awal 2007, 76 negara Afrika, Karibia, dan Pasifik bernegoisasi mengenai
Economic Partnrs Agreements atau EPAs dengan sertifikat Eropa yang isinya
berupa pemberontakan. Mereka ingin hubungan kerja sama selama ini dapat adil
dan sesuai dengan kebijakan World Trade Organization. Hal itu disebut dengan
Perjanjian Cotonou. Jika sampai akhir 2007 negara-negara tersebut termasuk
Eropa tidak menandatangani EPAs, maka perjanjian tidak akan dilanjutkan. Itu
akan merugikan 76 negara miskin. Kenapa? Karna Eropa sampai detik ini belum
menandatanganinya," jelas Gregory.
Kontan aku dan Amber shock. "Apa yang telah diperbuat oleh Eropa?"
Tanya Amber sadar akan letak istananya.
"Layaknya Amerika, mereka hanya ingin menyejahterakan negaranya dengan
cara menekan kami. Anda tahu kami punya lahan cokelat. Mereka selalu memberikan
subsidi dan mengekspor cokelat kami sendiri jatuh di pasaran. Pada akhirnya
petani kami tidak mendapatkan imbalan yang semestinya."
Nada bicara Novak tedengar emosi. "Negara kami akan bertambah
miskin."
Amber terduduk lemas. Ternyata bgitu. Ini situasi yang buruk. "Kami kuliah
di Cambridge. Kami paham masalah politik. Jika benar ini yang terjadi, kami
akan bertindak, "ujarku bijak.
Gregory, Joaquim dan Novak tersenyum lebar. "Itu benar. Saya yakin bahwa
keluhan kami akan sampai jika dengan Anda, "kata Novak.
Setelah pertemuan menegangkan itu, kami kembali mnghirup udara segar di Luanda.
Kembali k hotel. Aku tak boleh hanya diam. Aku harus mengubah ini semua. Kami
sudah cukup makmur dan seharusnya dapat memakmurkan Negara lain.
Aku jadi semakin mantap. Sudah banyak kampanye tentang ini. Aku akan jadi orang
bodoh kalau sampai tidak peduli.
Buckingham
Palace, 14 Juni 2007
Aku jadi ingat round-table yang ada di Luanda. Bedanya sekarang yang
kuhadapi adalah anggota kerajaan Inggris plus menteri perdagangan. Ini hari di
mana aku harus mempresentasikan hasil kunjungan ke Angola. Amber bersedia
membantuku.
Kami menceritakan semuanya. Masalah ketidakadilan dan penderitaan petani
Angola. Aku berhasil menarik perhatian mereka.
"Stahu saya, sejak tahun 2004, National Assembly of Wales sudah menyetujui
kampanye agar Inggris menjadi world's 1st fair trade nation. Bahkan
barang-barang berlabel fair trade ada di manapun. Kenapa unsur free trade kita
masih besar?" tuturku. "Aku mohon ini dapat dikompromikan kepada
seluruh Negara di Eropa."
Yang kulihat, mereka semua mengangguk. Larry hanya tersenyum dan memberikan
argumennya. Rapat usai dengan kputusan akan dipertimbangkan. Aku dongkol.
***
Windsor, 31
Desembr 2007
Aku meringis. Seandainya aku lahir sebagai Perdana Menteri dan bukan anak
seorang duke. Angola berharap padaku dan aku hanya bisa member jawaban gantung
hingga hari ini. Dipertimbangkan. Aku dianggap masih anak-anak di usia 18 tahun
dan terlalu emosi. Aku yakin kalau aku harus bertindak.
Windsor,
2008
Aku bergabung dalam organisasi penegakan fair trade dan jadi juru bicara
resminya. Aku tak peduli harus langsung turun lapangan. Banyak yang
mendukungku. Hanya ini yang dapat kulakukan.
Jakarta,
2009
Sejauh ini kampanye yang kami lakukan berjalan baik. Sedikit perkembangan di
Eropa dan berkembang pesat di Asia. Aku tak peduli.
Suatu hari ketika aku sedang brkampanye, aku menangkap sesosok bayangan
yang kurindukan. Gregory.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar