Terlalu
senja untuk cinta
Terlalu pagi
untuk mati
Bukan
itu....
Tapi bukan
pula cinta
Hanya
sekuntum bunga layu
Tinggal sayu
yang pengumpul banyu
Terlambat.....
Pria angkat
sauh jiwa raga
Pendam sesal
Sang Hawa
Hei,aku ingin bertanya...kamu tahu bagaimana resahnya menunggu ?
Aku rela jika saat tiba di nikmatnya surge, aku aku masih berdiri di
gerbang dan menunggu sebuah nama dengan huruf awal P yang kutunggu
selama ini. Bahkan, jika aku terhembus ke neraka...Aku pastikan sang empunya
nama berhuruf awal P ada di sana.
Menyaksikan bagaimana kami betemu dan kami terpisah. Bertemu lagi dan terpisah lagi.
Sampai akhir hayat ,aku pastikan seorang yang aku cari berada di dekatku.
***
Dear Patrick....
Maaf jika aku terlalu menyatakan ini.
Karena kamu
harus tau bagaimana perasaanku saat pertama kali bertemu dengan
kamu...
Memang aku tidak bisa merangkai kata-kata seperti layaknya puisi, tapi
aku ingin mengatakan padamu. Aku suka kamu....
Love....
Inersia.
Hmmmffff...aku
melipat kertas berwarna pink yang berada dalam genggamanaku dan aku masukan ke
sebuah amplop berwarna sama. Sudah siang, hampir pukul satu siang yang berarti
saatnya aku untuk melangkah pulang dan harus menyampaikan surat yang
sudah lama ingin aku sampaikan pada Patrick, seorang yang sudah lama aku sukai
.
Dulu, aku sempat patah semangat saat mengetahui banyaknya penggemar Patrick di
sekolah ini. Tapi, sekarang aku harus percaya diri karena surat ini hanya
sebagi saran untuk menyampaikan perasaanku pada Patrick.
Jika di terima bersyukur. Jika tidak, sudahlah...
Aku melangkahkan keluar kelas, dan melihat jam tangan. 'Seharusnya Patrick
sudah selesai latihan basket.' Kataku dalam hati.
Kakiku melangkah pelan menuju lapangan basket, tanganku berkeringat saat
melihat Patrick di sudut lapangan bersiap untuk pulang. Patrick sudah mendkati
pintu gerbang SMA Prestasi, jantungku seakan mau berhenti karena melebihi batas
normal detak jantung manusia. Tapi, aku masih terdiam di luar lapangan.
Tanganku bertambah dingin, Patrick berada di depanku dengan posisi
membelakangi.
Hmmmmmmmffffff...aku menghela napas panjang lagi. Aku berjalan pelan mendekati
Patrick, tanganku hndak menyentuh pundak Patrick sedikit. Sedikit lagi.
Dan Patrick berjalan menyeberang jalan sebelum aku menyapanya.
'Ah, terlambat!' Aku menunduk lesu dan tanpa daya berbalik pergi.
BRUK! Sebuah suara keras terdengar dari belakangku. Dengan perasaan takut aku
berbalik.
Pria muda diseberang jalan sudah trkulai lemah berlumuran darah. Aku jatuh
berlutut, surat berwarna pink itu terjatuh dan terbawa angin yang berembus.
Meninggalkan surat yang tidak akan pernah tersampaikan.
***
Pada satu pagi, aku terlahir sebagai seorang bayi. Tangisanku menggema saat aku
menyadari dinginnya udara disekitarku.
"Wah, Pierre punya adik!" Suara anak laki-laki itu brteriak gembira
menyambutku. " Ma, nama adik Pierre siapa?" Anak laki-laki itu
menoleh ke seorang wanita yang duduk disebelahnya.
"Alice..nama adik Pierre, Alice..."
Kulihat anak laki-laki itu tersenyum menatapku.
Mulai hari itu aku dinamakan Alice Anastasia. Nama belakangku adalah nama
ibuku, dan aku tidak memakai nama belakang dari Ayah karena aku tidak mempunyai
Ayah. Dia sudah meninggalkan Ibu dan Pierre jauh sebelum aku terlahir. Kata
ibu, ayah meninggal di sebuah kecelakaan pesawat.
Setiap hari aku semakin mencintai keluargaku yang baru. Terutama Pierre,
kakakku. Dia selalu menemaniku saat pergi sekolah, bermain, belajar, bahkan
saat aku sedih atau gembira.
Tibalah saat aku dan Pierre beranjak dewasa. Dan raut wajahnya yang ceria dan
bentuk tubuhnya yang tegap dan tinggi mengingatkanku pada Patrick. Smakin
bertambah umur kami, semakin kami jauh. Pierre semakin jarang pulang dan makan
di rumah. Seringkali aku menunggunya di runag keluarga sampai tertidur, dia
belum pulang sampai pagi menjemput.
Aku melihat jam dindingku, pukul 12 malam. Pierre belum pulang, padahal hari
ini adalah hari ulang tahunnya yang ke - 20. Kuraih ponsel yang tergeletak di
atas meja.
To: Kak Pierre...!
Kak, kenapa belum pulang? Hari ini ulang tahun kakak, lho!
Pesan singkat itu terkirim tapi tidak dibalas, entah apa yang sedang dia
lakukan saat ini. Aku hanya ingin dia tahu betapa aku sangat menyayanginya.
Malam itu aku kembali tertidur di ruang keluarga. Dan betapa kagetnya aku saat
dia ternyata sudah pulang dan masuk ke kamarnya, aku terburu-buru untuk pergi
kuliah sehingga aku tidak menjenguknya dan berbasa-basi.
Akhirnya, selesai kuliah aku buru-buru menjenguk Pierre sambil membawa jus
jeruk dan roti panggang kesukaannya. Aku ketuk pintu kamarnya.
Tidak ada jawaban.
"Kak Pierre..." Sekarang aku memanggil namanya. Masih tidak terdengar
jawaban.
Dengan nekat aku memutar kenop pintunya perlahan, "Kak, ini aku
bawakan.." kalimatku tertahan di tenggorokan.
Prang! Gelas yang aku pegang jatuh. Bibirku tak kuasa untuk berteriak.
Pierre sudah terbujur kaku di atas tempat tidurnya. Mulutnya berbusa, dan
matanya kosong. Beberapa pil berwarna putih terlihat berserakan di sekita
tubuhnya.
Dia kmbali meninggalkanku.
Dan aku kembali mencarinya.
***
"Patricia Laurensia?" Aku bertanya pada seorang wanita di hadapanku.
Wanita itu bertubuh tinggi dan rambut hitam panjangnya tergerai indah.
Wanita muda di hadapanku hanya mengangguk sopan.
Belum lima menit wanita muda itu duduk, tapi aku sudah merasakan kalau dia yang
aku cari. Sinar matanya penuh percaya diri seperti Patrick, tapi bedanya dia
bernama Patricia. Tapi, sudahlah...
Mulai hari ini dia akan bekerja di perusahaanku sebagai seorang sekretaris.
Aku tidak yakin dia akan tahan terhadap sikap keras dan perfeksionis yang aku
punya, karena dari kecil aku memang dididik untuk keras dan tidak mudah
menyerah. Mungkin karena pengaruh didikan itu aku menjadi sedikit kaku dan
tidak tahu bagaimana caranya bersenang-senang di usiaku yang akan menginjak 30
tahun.
Sudah satu tahun Patricia bekerja sebagai sekretaris yang bersedia membantuku,
dan malam ini aku diajak untuk menghadiri sebuah pesta pernikahan salah satu
karyawanku. Untunglah para bawahanku masih menganggapku manusia normal bukan
seorang pemimpin yang lebih memilih terkurung di ruangan kerja daripada
bersosialisasi.
Ternyata Patricia juga menghadiri pesta pernikahan ini. Dia datang bersama
seorang pria. Dia menghampiriku.
"Selamat malam, Pak Dyas... kenalkan ini suami saya..."Patricia
tersenyum manis.
Seharusnya kamu tahun rasanya tertarik pada seorang wanita yang ternyata sudah
mempunyai suami. Dan malam itu aku terus bermimpi kapan aku yang berada di sana
dan menyanding seorang cowok dengan nama yang berhuruf awal P.
***
Kali ini aku masih menunggu di gerbang surga untuk mencari sebuah nama dengan
huruf awal P.
Dan aku terlahir entah untuk keberapa kalinya dan menemukan nama dengan huruf
awal P untuk ke sekian kali. Akhirnya, mereka sang empunya nama P
meninggalkanku untuk kesekian kali pula.
Aku menemukan jiwa bukan raga seorang yang bernama Patrick.
Berkenankah para malaikat yang menunggu menyampaikan surat yang tidak pernah
tersampaikan untuk P?
Dear Patrick...
Jika akhirnya kita bisa bertemu di kehidupan lain, di surga, ataupun di neraka.
Aku hanya ingin kamu tahu...aku akan selalu mencari dan menunggumu. Karena aku
saying kamu, Patrick.
Love...
Inersia, Alice, Dyas...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar